Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)

“Tapera” Pekerja Tercekik, Pengusaha Menjerit

“Tapera” Pekerja Tercekik, Pengusaha Menjerit

Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)

(KALTIMCHOICE.COM) Nasional – Pemerintah baru saja menandatangani peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2024 perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pada pasal 15 PP Nomor 21 Tahun 2024 menguraikan besaran simpanan peserta Tapera. Menurut butir 1, besaran simpanan peserta adalah 3 persen dari gaji atau upah untuk yang berstatus Peserta Pekerja maupun Peserta Pekerja Mandiri.

Khusus Peserta Pekerja, rincian yang harus dibayarkan terdiri dari O,5% oleh Pemberi Kerja dan 2,5% sisanya oleh Pekerja. Sedangkan Peserta Pekerja Mandiri wajib membayar seluruhnya.

Kebijakan ini sontak menuai polemik diberbagai kalangan. Walaupun polemik terus terjadi diruang publik, pelaksanaan PP ini akan tetap berlaku. Rencananya pemberlakukan PP ini dimulai per bulan Juni 2024.

Pemerintah bahkan telah memberikan klarifikasi dalam berbagai kesempatan. Bagi pemerintah, setiap kebijakan yang disusun, telah dihitung secara matang termasuk diterbitkannya PP ini.

“Iya semua dihitung lah, biasa. Dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat,” kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5).

Presiden Jokowi kemudian mencontohkan kebijakan BPJS Kesehatan yang di luar Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang didaftarkan oleh pemerintah dengan membayar iuran untuk 96,8 juta penduduk miskin dan yang tak mampu. Kala itu kebijakan ini menuai kritik masyarakat, sebelum masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya.

Menurut Jokowi isu Tapera ini juga bakal sama. “Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” ujar Jokowi.

Hal yang beda justru disampaikan oleh para pengusaha yang terhimpun dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani menyebut iuran Tapera sebesar 0,5 persen yang dibebankan ke perusahaan jadi beban baru pemberi kerja.

Sejalan dengan Apindo, Serikat Buruh atau Pekerja juga menolak pemberlakukan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja atau buruh,” kata Shinta melalui keterangan tertulis, Selasa (28/5).

Kata pengamat

Dalam wawancaranya dengan IDXChanel (29/5), Trubus Rahadiansyah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti mempertanyakan keberpihakan negara. Menurutnya, secara umum kebijakan ini sangat baik. Hanya saja, status pekerja mandiri dalam PP ini semakin memberatkan.

Dalam aturan ini dijelaskan pekerja mandiri ikut menanggung pemotongan 3%. Pemotongan biaya 3% bahkan seluruhnya dibebankan kepada pekerja mandiri.

“negara ada dimana, harusnya negara ikut menanggung pemotongan 3% dari kategori pekerja mandiri, ini kan tidak adil” ucapnya.

“Negara hanya mengatur saja mewajibkan, tetapi tidak memberikan perlindungan kepada kategori pekerja mandiri”, lanjutnya.

Oleh karena itu, kebijakan PP No 21 tahun 2024 dianggapnya bukanlah sesuatu yang urgent. Sebab tidak semua ingin membeli rumah. Rumah bisa dimiliki oleh seseorang bisa melalui warisan keluarga dll.

Respon netizen

Beragam komentar pun muncul di media sosial. Sederet komentar itu, para netizen meminta opsi lain.

 “3 persen dari UMR Jakarta aja udah Rp150 ribu sendiri. Ya Allah gusti,” keluh @aul***.

“Kalau mau ngasih rumah, sediain unitnya langsung potong auto debet pasti banyak yang setuju. Tapi kalau nabung dulu, kenapa negara ikut ngatur?” tulis @yan***.

“Nggak apa-apa nanti nabung sendiri aja buat rumah mah, bisa nolak gini?” komentar @adi***.

“Tapera itu benefitnya apa? Kecuali dengan adanya tapera pekerja dapat hunian gratis, kalau ujung2nya mirip tabungan hari tua atau jaminan pensiun Jamsostek, iuran kopkar, DPLK BNI Simponi, dll buat apa? Udah banyak karyawan dibebani potongan gajinya, gaji gak seberapa, potonganya ngantir seperti antrian bansos,” kata @jelajah***

“UKT sudah dibatalkan, sekarang malah gaji karyawan yang dipotong. Sangat miris! DPR RI mohon untuk memanggil pemerintah terkait kebijakan ini,” kata @rah***.

(KC/SA)